Ayo Membangun Desa Bersama Masyarakat Dengan Semangat Kebersamaan - Desa Bergerak Membangun Indonesia - “Membangun negeri ini, harus dimulai dari desa!” (A.H. Nasution)

LAMONGAN BERDESA – Waspadalah, ada beberapa bahaya mengancam dibalik peluang berkembangnya Badan Usaha Milik Desa alias BUMDesa. Asal Anda tahu, BUMDesa berkembang dan membesar belum tentu bisa diartikan sebagai prestasi hebat. Soalnya, unit usaha terlihat besar belum tentu menghasilkan laba yang seimbang dengan perbesaran usahanya.
Data yang dikumpulkan Berdesa.com menunjukkan, beberapa desa yang BUMDesa-nya terkesan tumbuh meraksasa ternyata tidak mendapatkan keuntungan yang seimbang dari besarnya kerja yang dijalankan. Sebaliknya, keuntungan dari unit usaha yang terlihat besar itu justru terlampau kecil. Lalu kemana laba besar yang seharusnya diterima? Aakah dikorupsi pada pengurusnya?
Nanti dulu, jangan lalu menuding ada korupsi. Fenomena ini terjadi pada beberapa desa yang BUMDesa-nya menggandeng pihak ketiga alias kerjasama dengan usaha swasta. Karena masih merupakan lembaga baru yang masih ‘belepotan’ dalam urusan manajemen dan kualitas sumber daya manusia untuk urusan bisnis, akhirnya BUMDesa malah terkesan ‘dimanfaatkan’ si pihak ketiga untuk mendapatkan keuntungan besar tetapi mendapat jatah pembagian keuntungan yang sangat kecil. Bahkan temuan kasus seperti ini sudah pula sampai ke meja Kementerian Desa dan menjadi perhatian penting saat ini.
Kesenjangan Kemampuan Manajerial dengan Pihak Ketiga
Salahsatu penyebab dari situasi ini adalah karena kesenjangan kemampuan manajerial usaha yang terjadi ketika BUMDesa bekerjasama dengan pihak ketiga. Gampang dinalar, soalnya Pihak ketiga yang digandeng BUMDesa pastilah perusahaan yang sudah eksis dan memiliki kemampuan manajerial yang mumuni, juga kemampuan modal. Di sisi lain, kelahiran BUMDesa saat ini masih memasuki masa awal sebagai unit usaha sehingga masih memiliki banyak kelemahan terutama kemampuan manajemen dan kreativitas usaha.
Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan peran karena perbedaan derajat kemampuan. Gampang ditebak, BUMDesa bakal lebih banyak menjadi penonton.
Padahal, BUMDesa seharusnya tidak boleh dipandang lemah lalu dimanfaatkan hanya karena kemampuan manajemen yang masih lemah. Soalnya, secara modal BUMDesa memiliki kekuatan pasar yang sangat kuat karena merupakan institusi milik warga desa. Warga seluruh desa secara otomatis adalah pasar yang dibawa BUMDesa, ini adalah social capital alias modal sosial yang tidak boleh dipandang remeh.
Tetapi sebagaimana pepatah, bisnis tidak mengenal teman. Meski membawa modal sosial yang kuat sejak awal, pihak kerjasama tentusaja tidak mau menyerahkan keuntungan besar yang didapat dari kerjasama. Yang terjadi kemudian adalah, BUMDesa dengan kekuatan birokrasi dan legitimasi sebagai usaha milik warga seluruh desa, menjadi potensi besar bagi setiap pihak ketiga untuk mendapatkan perluasan pasar secara massif dengan langkah yang sederhana.
Kepentingan Individu Pengurus BUMDesa Sendiri
Ancaman lain bagi BUMDesa adalah dari internal pengurusnya sendiri. Karenanya sistem pengawasan proses kerja BUMDesa harus sangat kuat karena BUMDesa adalah unit usaha yang berorientasi pada keuntungan profit maupun benefit. Siapa yang tidak tergiur profit alias uang? Siapa pula yang tidak tertarik peluang-peluang usaha yang kemudian muncul dari perkembangan BUMDesa?
Maka ketika BUMDesa mengembang dan mulai mampu meraih banyak keuntungan, tak terlalu sulit untuk menduga, bakal muncul kepentingan-kepentingan pragmatis para pengurus atau pelaku di dalamnya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Makanya, jika tidak mendapatkan pengawasan yang baik, kepentingan seperti ini bakal selalu mengiringi setiap langkah pengembangan dan pencapaian BUMDesa. Apa akibat yang muncul jika permainan kepentingan ini terjadi?
Yang bakal terjadi adalah BUMDesa bakal dikuasai beberapa orang karena empuknya roti yang mereka dapat dan tidak memberi kesempatan orang lain untuk turut berkiprah di dalam BUMDesa. Padahal BUMDesa seharusnya membuka diri pada setiap orang warga desa untuk bisa terlibat mengembangkan kapasitas BUMDesa dan mendapatkan manfaat ekonomi dari sana.
Kemungkinan BUMDesa bakal dikuasai segelintir orang ini bahkan sudah sangat sering terjadi di desa, termasuk dalam peta kekuasaan politik itu sendiri. Sebagian besar pola kepemimpinan di desa masih kental unsur feodalisme. Sehingga yang biasanya menjadi kepala desa siapa lagi kalau bukan anak atau saudara kepala desa sebelumnya. Bahkan ketika sistem demokrasi melalui pemilihan umum sudah berjalan dengan sangat baik fenomena ini tetap menjadi realitas yang banyak berjalan di banyak wilayah pedesaan Indonesia. Kenyataan ini harus menjadi perhatian penting bagi warga desa agar BUMDesa tidak jatuh pada pola yang sama dengan perilaku kekuasaan yang hidup dan berlaku di desanya
Jurus Jitu Menegakkan Kekuatan BUMDesa
Pertanyaan pentingnya, bagaimana kedua ancaman ini diatasi:
Pertama, dalam memutuskan bekerjasama dengan pihak ketiga, BUMDesa harus sangat hati-hati dan mengukur dengan sangat baik kapasitas diri lembaga BUMDesa dan institusi yang bakal menjadi mitra usaha. Sebaiknya jauhkan pemikiran bahwa Pihak Ketiga adalah malaikat penolong yang akan membawa BUMDesa menjadi raksasa. Dalam pusaran bisnis yang pragmatis dan dikuasai sistem kapitalistik sekarang ini sudah tak ada lagi malaikat seperti itu.
Waspadai pula pola-pola pendekatan politis yang biasa dilakukan para pengusaha besar yakni membangun kongkalingkong dengan penguasa politik demi melancarkan strategi penguasaannya pada faktor ekonomi. Kehadiran BUMDesa yang dibekali modal dana oleh pemerintah dan aset desa serta warga desa sebagai pasar terbuka sangat memungkinkan pola seperti ini bakal masuk ke desa-desa.
Kedua, sistem pengawasan BUMDesa melalui lembaga-lembaga yang bertugas melakukan pengawasan seperti perangkat desa, perwakilan masyarakat desa dan dewan pengawas dalam struktur BUMDesa serta mekanisme yang telah diatur UU dan kebijakan-kebijakan pendukungnya harus didorong untuk bisa bekerja secara efektif. Kekuatan pengawasan inilah yang paling efektif membendung permainan kepentingan individu yang sangat ungkin bakal terjadi di dalam BUMDesa.
Ketiga, BUMDesa bergandeng-tangan dengan BUMDesa lain dan desa lain dalam mengembangkan bisnisnya. Hal ini bisa menciptakan semacam penawar bagi para individu yang bakal bermain di dalamnya. Kehadiran personal dari desa lain bisa menjadi kekuatan yang obyektif menangkal ancaman dominasi personal dalam struktur BUMDesa. Maka, wacana membangun BUMDesa sebagai holding bisa menjadi strategis mencegah ‘moral hazard’ ini agar tidak perlu terjadi pada BUMDesa Anda.(aryadjihs/berdesa)

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.

Youtube

Recent Posts