Ayo Membangun Desa Bersama Masyarakat Dengan Semangat Kebersamaan - Desa Bergerak Membangun Indonesia - “Membangun negeri ini, harus dimulai dari desa!” (A.H. Nasution)

LAMONGAN BERDESA– Pengelolaan sampah dalam bentuk bank sampah tetap menjadi salahsatu favorit banyak desa mengembangkan BUMDesa-nya. Selain berbahan baku murah, pola kerja Bank Sampah yang sederhana juga terbukti mampu menciptakan solusi bagi persoalan pelik yang dihadapi semua orang: sampah.
Seperti yang terjadi pada awal April lalu, sebanyak 12 desa Kecamatan Kebasen melakukan kunjungan ke Desa Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta, demi menyerap ilmu mengolah sampah yang sukses dilakukan Pandowoharjo hanya dalam hitungan beberapa bulan.
Pendowoharjo adalah salahsatu desa yang dianggap berhasil mengelola sampahnya dalam tempo yang cukup cepat. BUMDesa Amarta, nama BUMDesa Pendowoharjo yang berada di pinggiran kota Yogyakarta ini memilih sampah sebagai obyek yang mereka kelola. Jumlah penduduk yang padat membuat sampah menjadi salahsatu masalah yang cukup merepotkan bagi warga. Maklum, sampai hari ini tumpukan aneka barang bekas dengan bau yang tidak menyenangkan itu masih belum banyak dilirik orang. Hasilnya?
Hanya dalam tiga bulan saja BUMDesa Amarta telah mampu menggaji para karyawan yang menangani soal sampah di desanya dengan gaji UMR. Maka bukan hanya membuat desanya menjadi bersih dari sampah yang juga sumber penyakit itu melainkan BUMDesa amarta berhasil menciptakan lapangan kerja bagi para warganya.
Didampingi Usahadesa.com, rombongan perwakilan 12 desa itu mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah (TPS) di Pandowoharjo. TPS itu berupa bangunan semi terbuka tempat ‘perusahaan’ pengolahan sampah ini menampung sampah dari seluruh penjuru desa. Ya, para pekerja memang mengumpulkan sampah dari seluruh penjuru desa. Untuk jasa ini warga desa membayar iuran sampah rutin Rp. 31 ribu per bulan. Dengan angka itu seluruh sampah rumah tangga di desa ini dijamin raib dari penglihatan karena berpindah ke TPS.
Di TPS, sampah dipisahkan lalu dibersihkan menurut kategorinya masing-masing seperti sampah plastik, sampah kaca dan sampah organik. Oleh Amarta, masing-masing jenis itu akan dilego ke pada pengepul sampah sehingga mendapatkan income. Jangan kawatir, para pembeli sampah itu bakal datang sendiri membawa kendaraan pengangkutnya.
Sampah organik bakal disulap menjadi pupuk organik dan dipergunakan untuk penyubur tanaman di desa ini. Sisa sampai paling akhir yang sudah tidak bisa di daur ulang di buang di tempat pengumpulan sampah terakhir milik Pemerintah Provinsi Yogyakarta. Rantai pengolahan sampah melalu TPS ini membuat volume sampah yang disetor ke tempat pembuangan sampah akhir menjadi jauh lebih kecil sehingga beban biayanya pun rendah.
Para peserta kunjungan sangat antusias mendengarkan berbagai penjelasan yang diberikan Direktur BUMDes Agus Setyanta pada acara itu. Sebagian desa di Kecamatan Kebasen memang belum memiliki fasilitas seperti ini. “ Wah, ternyata barang yang baunya busuk saja bisa ya diolah menjadi uang,” komentar salahsatu peserta.
Meski demikian, Bank Sampah sebenarnya belum tentu menjadi kebutuhan semua desa. Soalnya, bagi desa-desa yang berada di wilayah pedesaan dan jauh dari kota biasanya sudah memiliki mekanisme pengolahan sampah sendiri. Seperti yang sudah menjadi tradisi di Desa Temuwuh, Dlingo, Bantul.
Di Desa Temuwuh, warga terbiasa mengelompokkan sampah lalu menggunakannya untuk berbagai keperluan. Desa yang sebagian besar warganya bertukang kayu ini menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar tungku mereka mengolah makanan. Sampah plastik dan lainnya mereka kumpulkan lalu dijual secara bersama-sama dengan tetangga-tetangga mereka. Sementara sampah organik sudah mereka gunakan untuk menyuburkan tanah dan tanaman di kebun. Jadi, apakah desa Anda benar-benar sudah kerepotan mengolah sampah?(aryadjihs/berdesa)

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.

Youtube

Recent Posts